Ditulis oleh Galih Suryana Putra
Durasi baca 4 menit 15 detik
Sumber gambar pinterest.com
Siapa yang mengira hanya dengan menonton film berdurasi setengah jam, bisa terasa sangat menyentuh? Hal tersebut terjadi ketika saya menonton film “The Red Balloon” (1956) karya Albert Lamorisse. Film tersebut berlatarkan kota Paris pascaperang, dalam suasana euforia kota Paris yang baru saja pulih dari luka-lukanya akibat dari perang dunia.
Adegan pertama dimulai ketika seorang anak bernama Pascal melihat balon merah yang diikatkan pada sebuah tiang listrik. Melihat hal tersebut, dirinya kemudian memanjat tanpa ragu dan menangkap balon dengan mudah. Balon merah tersebut berada di tangan Pascal yang kemudian dibawanya melewati Paris untuk memajang balon yang dipegangnya. Seperti yang sering dipamerkan oleh orang kaya baru.
Anak itu berlari ke halte bus, di mana beberapa orang dewasa sudah menunggu bus. Saat Pascal sedang menunggu bus, seorang wanita memberi isyarat untuk tidak berdiri terlalu jauh di depan. Tak lama kemudian, bus pun akhirnya datang. Saat tiba giliran Pascal untuk menaiki bus, Pascal lantas dilarang oleh petugas menaiki bus karena dia membawa balon.
Pascal pun mengejar bus tersebut, berlari, hingga mencapai École communale des garçons, sebuah prasekolah untuk anak laki-laki di perkotaan. Sebelum memasuki kelas, dia menitipkan balon yang dibawanya kepada petugas kebersihan yang sedang menyapu.
“Can you hold my balloon while I’m in class? Don’t let it!”
Kelas pun selesai, para siswa berhamburan dan berlarian keluar ruangan, sedangkan kondisi jalanan kini basah kuyup oleh hujan. Pascal berlari mendekati seseorang dengan payung hitam untuk berpayung bersama, agar balon yang dia bawa tidak terkena hujan. Tidak hanya satu orang, Pascal menumpang kepada pengguna paying lain untuk melindungi balon dari guyuran hujan. Hal tersebut merupakan gambaran bagaimana persahabatan antara Pascal dan si balon merah begitu nyata.
Film pun berlanjut dan Pascal tiba di kediamannya yang bergaya arsitektur Renaisans. Dia membawa balon ke kamarnya, tetapi balon itu kemudian dilepaskan oleh ibunya. Saat balon dilepas, balon tersebut malah mendekati jendela. Pascal kemudian membuka jendela tersebut dan mengambil balon yang ada di dekatnya. Adegan kemudian berganti menjadi keesokan paginya di mana ada seorang tukang kaca berteriak “Glazier! Glazier!” ketika ada tukang pos yang memberikan surat kepada wanita tua. Pada saat yang sama, Pascal membuka jendela kamarnya yang berada di lantai atas, lalu mengeluarkan sebuah balon. Secara mengejutkan dia berkata, “Balloon, you must obey me and be good!”
Pascal pun berpindah ke pekarangan rumahnya dan memanggil balon tersebut. Secara ajaib, balon tersebut langsung menghampiri dirinya. Ketika hendak mengambilnya, dengan gestur bercanda, balon tersebut seakan enggan untuk menghampiri Pascal. Hingga akhirnya Pascal menyerah dan memutuskan untuk menjauhinya. Balon tersebut pun mengikuti ke mana Pascal pergi, hingga pada akhirnya Pascal memutuskan untuk bersembunyi dengan tujuan untuk memerangkap si balon. Rencana tersebut pun akhirnya berhasil, ketika si balon lewat, Pascal pun seketika keluar dari persembunyian untuk mengambilnya.
Ketika berbaris di halte untuk menaiki bus, Pascal memutuskan untuk melepas balon yang dipegangnya. Para siswa yang akan menaiki bus, seketika mendongak melihat Pascal yang baru saja melepas balon tersebut. Namun, si balon tetap mengikuti bus sekolah yang Pascal tumpangi. Sesampainya di sekolah, balon tersebut lantas langsung kembali mendekati Pascal dan membuat segerombolan siswa lain untuk mengambil balon tersebut dari Pascal.
Kejadian tersebut akhirnya menimbulkan sebuah keributan dan membuat sang guru berteriak, “Silence!” “Silence!” Balon tersebut terancam untuk diambil oleh seorang guru tua. Balon tersebut kemudian masuk ke dalam kelas melalui celah jendela. Keberadaan balon tersebut, pada akhirnya memicu keributan lagi di dalam kelas. Guru tua yang sedari awal telah mengincar balon tersebut kemudian datang ke dalam kelas. Namun, bukan untuk mengambil balon, melainkan untuk menghukum Pascal.
Dalam perjalanan pulang, Pascal bertemu dengan seorang gadis seusianya yang sedang membawa balon berwarna biru. Balon biru tersebut tampak mendekati Pascal. Terdapat gerombolan anak kecil yang menunggu Pascal pulang untuk mengambil balon merah yang dimilikinya secara paksa. Kejadian tersebut kurang lebih menggambarkan bagaimana kaum borjuis merebut apa yang dimiliki oleh kelas proletar dan secara perlahan menghancurkannya.
Sumber gambar imdb.com
Sumber gambar imdb.com
Pascal langsung dikerumuni oleh anak-anak yang hendak mengambil balon tersebut. Namun, karena hubungan erat yang sudah terjalin antara balon dan Pascal, balon yang dipegangnya seketika terbang menghindar, dan Pascal poun langsung meninggalkan gerombolan tersebut. Sayangnya, mereka tak menyerah untuk merebut balon milik Pascal. Hingga pada akhirnya terjadi semacam perlombaan di antara anak-anak tersebut untuk meledakkan balon merah tersebut.
Balon tersebut pada akhirnya diambil oleh Pascal, meskipun ada seorang anak yang melempar batu dan membuat balon tersebut menyusut karena kehilangan udaranya. Hingga akhirnya ada seorang anak yang menginjaknya dan membuat balon tersebut pecah. Hal tersebut secara magis membuat semua balon yang ada di kota terbang menghampiri Pascal guna menghibur dirinya yang baru kehilangan balon kesayangannya.
Film “The Red Baloon” berhasil menggambarkan sebuah kemunduran masyarakat melalui cerita petualangan sederhana antara seorang anak dan balonnya. Perlakuan Pascal terhadap si balon pun meniru perlakuan orang tuanya kepada dirinya yang diminta untuk selalu patuh. Sebuah perlakuan umum yang sering digunakan oleh orang tua dan institusi lain yang serupa. Hal tersebut sedikit banyak berpengaruh terhadap ketulusan hubungan yang terjalin di antaranya. Karena pada akhirnya, ketulusan adalah antitesis dari kepatuhan. Kisah film berakhir ketika balon merah perlahan meletus.
Text by Galih Suryana Putra
Read duration 4 minutes 15 second
Image Source pinterest.com
Sincerity is the Antithesis of Obedience.
Who would have thought that just watching a half-hour movie could be so touching? That happened when I watched Albert Lamorisse’s The Red Balloon (1956). The movie is set in post-war Paris, in the euphoric atmosphere of a city that has just recovered from its wounds caused by the world war.
The first scene begins when a boy named Pascal sees a red balloon tied to an electric pole. Seeing this, he climbed up without hesitation and caught the balloon easily. The red balloon is in Pascal’s hand which he then carries through Paris to display the balloon he is holding. As the nouveau riche often do.
The boy ran to the bus stop, where some adults were already waiting for the bus. While Pascal was waiting for the bus, a woman signaled him not to stand too far ahead. Soon, the bus finally arrived. When it was Pascal’s turn to board the bus, Pascal was then prohibited by the officer from boarding the bus because he was carrying a balloon.
Pascal chased the bus, running, until he reached the École communale des garçons, a preschool for boys in the city. Before entering the classroom, he left his balloon with the janitor who was sweeping.
“Can you hold my balloon while I’m in class? Don’t let it!”
The class was over, the students scattered and ran out of the room, while the streets were now drenched in rain. Pascal ran up to someone with a black umbrella to share it with so that the balloon he was carrying wouldn’t get caught in the rain. Not only one person, but Pascal also hitches a ride with another paying user to protect the balloon from the rain. This is an illustration of how the friendship between Pascal and the red balloon is so real.
The movie continues and Pascal arrives at his Renaissance-style residence. He takes the balloon to his room, but it is then released by his mother. When the balloon was released, it approached the window. Pascal then opened the window and picked up the balloon that was nearby. The scene then switches to the next morning where a glazier shouts “Glazier! Glazier!” when a postman delivers a letter to an old lady. At the same time, Pascal opened the window of his upstairs room and took out a balloon. He surprisingly said, “Balloon, you must obey me and be good!”
Pascal moved to his yard and called the balloon. Miraculously, the balloon came straight to him. When he was about to pick it up, with a joking gesture, the balloon seemed reluctant to approach Pascal. Until finally Pascal gave up and decided to stay away from it. The balloon also followed where Pascal went, until finally, Pascal decided to hide with the aim of trapping the balloon. The plan finally worked, when the balloon passed by, Pascal immediately came out of hiding to take it.
When lining up at the bus stop to board the bus, Pascal decided to release the balloon he was holding. The students who were about to board the bus, immediately looked up to see Pascal who had just released the balloon. However, the balloon still followed the school bus that Pascal was riding. Arriving at school, the balloon then immediately returned to Pascal, and made a horde of other students to take the balloon from Pascal.
The incident eventually caused a commotion and made the teacher shout, “Silence!” “Silence!” The balloon was threatened to be taken away by an old teacher. The balloon then entered the classroom through a crack in the window. The presence of the balloon, in turn, triggered another commotion in the classroom. The old teacher, who had been eyeing the balloon from the beginning, then came into the classroom. However, not to take the balloon, but to punish Pascal.
On his way home, Pascal met a girl his age who was carrying a blue balloon. The blue balloon seemed to be approaching Pascal. There was a mob of small children waiting for Pascal to return home to take his red balloon by force. The incident more or less illustrates how the bourgeoisie seizes what is owned by the proletariat class and slowly destroys it.
Image Soruce imdb.com
Image Soruce imdb.com
Pascal was immediately mobbed by children who wanted to take the balloon. However, because of the close relationship that had been established between the balloon and Pascal, the balloon he was holding flew away, and Pascal immediately left the mob. Unfortunately, they did not give up on Pascal’s balloon. Until finally there was a kind of race among the children to blow up the red balloon.
The balloon was eventually taken by Pascal, although there was a child who threw a stone and made the balloon shrink because it lost its air. Finally, a child stepped on it and made the balloon burst. This magically made all the balloons in the city fly to Pascal to comfort him who had just lost his favorite balloon.
The movie “The Red Baloon” successfully depicts the decline of society through a simple adventure story between a child and his balloon. Pascal’s treatment of the balloon also mimics the treatment of his parents to him who are asked to always obey. A common treatment often used by parents and other similar institutions. This more or less affects the sincerity of the relationship between them. Because in the end, sincerity is the antithesis of obedience. The story of the movie ends when the red balloon slowly pops.